Tampilkan postingan dengan label Demonstran. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Demonstran. Tampilkan semua postingan
Horor di Tahrir dan Tekad Membaja Demonstran

Horor di Tahrir dan Tekad Membaja Demonstran

Seorang demonstran berteriak slogan selama protes terhadap Presiden Mesir Hosni Mubarak di Milan, (1 /2). (FOTO.ANTARA/REUTERS / Paolo Bona)

Ini revolusi. Saya akan ambil bagian dalam revolusi ini. Saya tahu setiap revolusi ada risikonya dan kami siap menghadapi risiko itu
Jakarta (ANTARA News) - Mesir terpecah? Nanti dulu, hanya karena bentrok massa pro-Mubarak versus demonstran anti-pemerintah di Lapangan Tahrir dua hari lalu, tak berarti rakyat Mesir pecah.

Sebagian besar kalangan di Arab dan bahkan media Barat menyebut bentrok itu tak lebih dari taktik kotor rezim Hosni Mubarak untuk mendeskreditkan demonstrasi yang mungkin menjadi awal perubahan radikal di seluruh dunia Arab itu.

Ada banyak laporan yang menyebutkan massa pro-Mubarak adalah polisi-polisi berpakaian preman dan bandit-bandit yang direkrut partai penguasa di Mesir.

Mingguan terkemuka Jerman, Der Spiegel, menyebut provokasi massa pro-Mubarak adalah upaya Mubarak mendeskreditkan aksi damai jutaan orang anti-Mubarak. Tapi itu disebut akan mempersulit massa anti-Mubarak.

"Para pemimpin demonstran kini mengkhawatirkan demonstrasi mendatang bakal berakhir dengan banjir darah dan ini dapat mendeskreditkan gerakan protes," ulas Der Spigel.

Betulkah demikian? Tampaknya tidak.

Dari laporan media seperti BBC, Guardian dan Aljazeera, provokasi itu malah membuat demonstran semakin militan bertahan di Lapangan Tahrir yang senantiasa menjadi pusat gravitasi gerakan sosial di Mesir itu.

"Mubarak mesti tahu bahwa kami tak akan pernah meninggalkan tempat ini," kata Ahmed Zaid, seorang prodemokrasi kepada BBC.

Media-media asing merekam jelas bahwa aksi massa pro-Mubarak itu dirancang untuk memprovokasi gerakan pro-demokrasi agar anarkis dan banyak dari mereka merupakan polisi berpakaian preman atau bandit yang direkrut rezim.

"Orang-orang ini berusaha menjagal kami malam itu. Kawan saya tumbang ditembak penembak jitu di depan saya dini hari itu dengan otak terburai," kata Mahmoud Mustafa.

Kepada Peter Beaumont dan Jack Shenker dari Guardian, pemuda berusia 25 tahun ini melanjutkan, "Lihat sekeliling Anda, kami tetap damai, tetap bersatu dan tetap menginginkan rezim ini jatuh."

Baik pemerintah Mesir maupun kementerian dalam negeri membantah telah merancang aksi tersebut. Tapi media membuktikan omongan pemerintah itu tak sesuai fakta.

Pagi-pagi sekali Rabu lalu, massa anti-Mubarak menggelandang seorang pendukung Mubarak. Dari saku bajunya ditemukan kartu identitas yang menunjukkan dia adalah polisi bernama Ahmed Mahmoud Abdul Razik.

Orang-orang seperti Abdul Razik banyak, tapi mereka beruntung karena massa anti-Mubarak menahan rekan-rekannya untuk tidak main hakim sendiri.

Sisi utara Lapangan Tahrir adalah saksi kebrutalan bentrok dua hari lalu. Di situ, posko kesehatan yang ditukangi 70 dokter relawan didirikan. Salah satu relawan itu adalah ahli bedah dr Ibrahim Fakhr.

"Kami ditembaki jam 11 malam dan kembali lagi ditembaki sekitar jam 4 subuh dari penembak jitu di atap gedung Museum Mesir. Kami melihat sinar laser dari senjata si penembak gelap," Fakhr.

Sementara Mohamed Saleh, akuntan berusia 25 tahun, meminta media massa mengabarkan pada dunia soal terorisme yang dilakukan Mubarak.

"Kami ada di sini selama delapan hari tanpa rusuh, tanpa bakar-bakaran, tanpa kekerasan. Kami hanya ingin revolusi damai. Jika Barat peduli terorisme, mereka jangan diam saja," kata Mohamed Saleh.

Usai bentrok, para demonstran anti-pemerintah membuat barikade-barikade, sementara para pemuda menjaga setiap pintu masuk agar tak disusupi provokator.

"Banyak sekali polisi di luar lapangan sana. Mereka berpakaian preman, membawa pisau dan senjata. Mereka mencoba masuk ke sini. Ada juga orang yang dibayar partainya Mubarak," sambung Saleh.

Said el-Zoughly, seorang guru pertanian ditugaskan untuk membangun barikade untuk menghadapi kemungkinan diserang massa pro-Mubarak. Dia juga menjadi salah seorang yang tiba-tiba mendapat tugas membuat "senjata" dadakan dari potongan batu bata.

Kekuatan ketiga

David Africa, analis keamanan independen asal Afrika Selatan, mengatakan provokasi kekuatan ketiga --bukan polisi dan aparat keamanan resmi-- lazim dilakukan rezim-rezim yang sedang tertekan rakyat.

Metode ini sering dipakai rezim-rezim otokratik manakala tengah dalam kondisi terdesak secara politik.

"Fokusnya adalah mempertahankan kekuasaan selama mungkin dan saat bersamaan menguras energi material dan politis lawan," kata Africa seperti dikutip Aljazeera.

Dia melanjutkan, sampai tentara intervensi mendukung massa pro-demokrasi, kekuatan ketiga akan terus menyerang, tak hanya Kairo dan kota-kota lain, tapi juga seluruh Mesir.

"Tak ada satu pun rezim otokratis yang mau melihat kejatuhannya sendiri. Untuk itulah Mubarak bertahan mati-matian," kata David.

David mengajak rakyat Mesir belajar dari rakyat Afrika Selatan, yaitu terus bersatu menyuarakan protes karena persatuan adalah unsur sentral ketika menghentikan upaya rezim apartheid di Afrika Selatan dahulu untuk terus berkuasa.

"Jika rakyat Mesir terus berdemonstrasi seperti yang telah mereka lakukan selama dua pekan terakhir, setiap klaim legitimasi dari penguasa menjadi sangat konyol," katanya.

Dan jika nanti terbentuk pemerintahan transisi, maka proses transisi harus terbebas dari unsur Mubarak. Jika tidak, transisi itu akan terus diancam kekuatan ketiga dan pemilu pun tak akan pernah bisa diselenggarakan, demikian David Africa.

Dari perspektif inilah, demonstran pro-demokrasi harus berunjukrasa dan tetap menyeru Mubarak turun. Skenario ini persis dipakai banyak gerakan people power seperti di Indonesia pada 1998.

Mubarak bisa saja mengambil langkah elegan seperti Soeharto, yaitu mundur dari kekuasaan. Toh tentara diam-diam tak loyal lagi kepadanya, setidaknya elemen mudanya.

Mubarak mungkin terpaksa bertahan karena ada faktor Israel dan dunia Arab, tidak hanya Teluk, tapi juga semua rezim otokratis di kawasan ini yang tak menginginkan kejatuhan Mubarak menginspirasi gerakan serupa di negeri mereka.

Karena itu, gerakan rakyat di Mesir mungkin akan berakhir dengan kemasygulan seperti yang sudah-sudah. Tapi mungkin juga berakhir lain, apalagi setelah Tunisia memberikan satu contoh sukses gerakan sosial.

Orang-orang Mesir sendiri kembali ke Lapangan Tahrir, beberapa diantaranya mengantarkan pasokan makanan kepada mereka yang bertahan.

"Kami akan bertahan selama mungkin. Tuhan bersama kami," kata Said el-Zoughly.

Berdasarkan sejumlah laporan media asing, skala demonstrasi memang terus meningkat, termasuk di kota terbesar kedua Mesir, Iskandariyah. Orang-orang baru bergabung dalam aksi ini.

"Saya tak pernah terlibat politik sebelum ini, namun kini saya di sini sampai Mubarak pergi atau saya mati," kata seorang pemuda bernama Mustafa.

Kepada Guardian, seorang perempuan demonstran menyatakan akan terus berdemonstrasi kendati harus menghadapi provokasi kelompok pro-pemerintah.

"Ini revolusi. Saya akan ambil bagian dalam revolusi ini. Saya tahu setiap revolusi ada risikonya dan kami siap menghadapi risiko itu," katanya.

Mereka juga siap mati.

"Ingat namaku kawan. Jika saya mati di sini, Anda mesti kabarkan kisah kami ke seluruh dunia," kata Hossam Eid al-Sharqawy kepada wartawan Aljazeera, Kamis. (*)

Editor: Aditia Maruli
COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Ekologi yang Terdera Ekologi yang TerderaDalam buku “The Power of Sustainable Thinking” (2008), Bob Doppelt berujar The earth’s natural ...

Kentut Kok Wangi? Kentut Kok Wangi?Dalam situasi tertentu kita sering melamun alias membayangkan alias Bahasa Jawanya songgo uang (uang kok ...


View the original article here

Jelang "Jumat Keberangkatan" untuk Mubarak, Demonstran Kembali Bersiap

Jelang "Jumat Keberangkatan" untuk Mubarak, Demonstran Kembali Bersiap

Unjuk rasa anti-pemerintah yang telah direncanakan akan semakin meningkat di Mesir pada hari Jumat ini (4/2) saat jutaan orang berkumpul di masjid di seluruh Mesir untuk melaksanakan shalat Jumat.

Para pengunjuk rasa berencana untuk kembali berdemo dalam jumlah yang lebih besar ke istana presiden pada hari Jumat ini. Dan menamakan aksi mereka dengan nama "Jumat Keberangkatan".

Presiden Hosni Mubarak daya tampak semakin lemah pada saat massa yang besar berkumpul di Kairo untuk hari kesepuluh berturut-turut pada hari Kamis kemarin (3/2), menuntut pengunduran dirinya.

Meskipun tindakan keras pemerintah terhadap para pengunjuk rasa, namun masih banyak warga Mesir yang tetap bertahan di alun-alun Tahrir di Kairo Kamis malam kemarin.

Banyak pengunjuk rasa mengatakan bahwa mereka menginap di Tahrir Square tadi malam dan akan tidur di jalanan sampai tuntutan mereka terpenuhi, yaitu mundurnya Mubarak.

"Kami menginap disini dan kami tidak akan meninggalkan tempat ini kecuali dia (Mubarak) turun," kata beberapa pengunjuk rasa.

Para demonstran menuntut pengusiran Mubarak, yang telah memerintah dengan tangan besi selama tiga dekade.

Pada hari Kamis, kekerasan sekali lagi meletus antara demonstran anti-pemerintah dan loyalis Mubarak di Kairo pusat.(fq/prtv)

Pengacara Israel Gugat Jimmy Carter 5 Juta Dollar
Jumat, 04/02/2011 12:57 WIBKrisis Mesir, Siaran Al-Jazeera Diblokir di Kanada dan AS
Jumat, 04/02/2011 12:56 WIBHesse, Negara Bagian Jerman Pertama yang Melarang Cadar
Jumat, 04/02/2011 12:53 WIBMubarak Tidak Ingin Mesir Jatuh Ke Tangan Ikhwan
Jumat, 04/02/2011 11:13 WIBKetakutan Diserbu, Kedutaan Israel di Kairo Turunkan Bendera
Jumat, 04/02/2011 09:36 WIBIkhwan Menolak Tawaran Kekuasaan Raja Abdullah II
Jumat, 04/02/2011 09:18 WIBCegah Terjadinya Revolusi Rakyat, Aljazair Janji Adanya Perubahan
Jumat, 04/02/2011 09:03 WIB

(Arsip) (Ke Atas)


View the original article here

Demonstran Pro Mubarak Gunakan Senjata Otomatis Untuk Menyerang

Demonstran Pro Mubarak Gunakan Senjata Otomatis Untuk Menyerang

Senjata api berat otomatis menyerang kamp demonstran anti-pemerintah di Kairo Tahrir Square sebelum fajar pada hari Kamis ini (3//2) dalam peningkatan dramatis dari apa yang tampak serangkaian serangan yang direncakan terhadap para demonstran anti Mubarak.Setidaknya tiga pengunjuk rasa tewas oleh tembakan, menurut salah satu aktivis.

Para pengunjuk rasa menuduh rezim Mubarak menggunakan kekuatan preman yang dibayar dan polisi berpakaian preman untuk menghancurkan gerakan mereka, sehari setelah presiden 82 tahun tersebut berpidato menolak untuk mundur. Demonstran memamerkan lencana ID polisi demonstran pro Mubarak, mengatakan ID tersebut direbut dari para penyerang mereka.

Kekerasan semakin intensif semalam, pada saat semburan tembakan senjata otomatis dan tembakan tunggal yang kuat menghujani ke alun-alun Tahrir mulai pukul sekitar 4 pagi dan terus berlanjut selama lebih dari dua jam.

Penyelenggara aksi unjuk rasa anti Mubarak, Mustafa el-Naggar mengatakan ia melihat tiga mayat demonstran tewas yang dibawa menuju ambulans. Dia mengatakan tembakan itu datang dari setidaknya tiga lokasi di kejauhan dan militer Mesir, yang telah mengelilingi alun-alun Tahrir dengan tank selama berhari-hari untuk mencoba untuk menjaga ketertiban, sama sekali tidak melakukan intervensi.

AP Television News menunjukkan satu tank menyebarkan asap tebal di sepanjang jembatan jalan raya persis di utara alun-alun dalam upaya nyata untuk mencabut penyerang dari titik pandang yang tinggi. Kedua belah pihak tampaknya berjuang untuk mengontrol jembatan, yang mengarah ke sebuah jembatan utama di atas Sungai Nil.

Dalam kegelapan, sekelompok laki-laki pro Mubarak melemparkan bom molotov dan melemparkan batu dari jembatan. Beberapa orang lainnya menyeret dua tubuh yang sudah tidak bernyawa dari daerah tersebut. (fq/ap)


View the original article here

Hiraukan Seruan Militer, Demonstran Mesir Tetap Tuntut Mubarak Turun

Hiraukan Seruan Militer, Demonstran Mesir Tetap Tuntut Mubarak Turun

Pengunjuk rasa Mesir berkumpul di Kairo Tahrir Square pada hari kesembilan aksi unjuk rasa revolusi, memperbarui seruan mereka untuk pemecatan presiden dengan meneriakkan slogan-slogan anti-Mubarak.

Massa, yang berkumpul di alun-alun pada hari Rabu pagi ini (2/2), meneriakkan "Kami tidak akan pergi, ia yang akan pergi."

Sementara itu, juru bicara militer mengumumkan di televisi menyatakan bahwa militer Mesir meminta para pengunjuk rasa untuk pulang.

Kelompok-kelompok oposisi telah menandai Jumat sebagai "hari keberangkatan" untuk Presiden Hosni Mubarak, dan meminta dia untuk segera mundur dan menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah sementara sampai pemilihan presiden dapat diselenggarakan pada bulan September.(fq/prtv)


View the original article here

Demonstran Argentina Tuntut Pemerintah Putus Hubungan Diplomatik dengan Mesir

Demonstran Argentina Tuntut Pemerintah Putus Hubungan Diplomatik dengan Mesir

Sekelompok demonstran berkumpul di jantung kota Buenos Aires untuk mencela pemerintah Mesir yang dipimpin oleh Hosni Mobarak.

Kelompok Sosialis dan kelompok HAM turun ke jalan di depan Departemen Luar Negeri Argentina untuk menyatakan dukungan mereka bagi revolusi Mesir yang terjadi saat ini.

Para pengunjuk rasa meminta Presiden Argentina, Cristina Fernandez, menghentikan hubungan diplomatik dengan Mesir. Bagaimanapun, mengingat bahwa kedua negara secara historis memiliki hubungan yang kuat dengan Amerika Serikat, hal itu akan menjadi tugas yang sulit.

Namun, kelompok sosial dan kelompok hak asasi manusia Argentina selalu memiliki sejarah yang menunjukkan solidaritas mereka dengan gerakan kemerdekaan Islam.

Baru-baru ini, Argentina mengumumkan dukungan resmi terhadap Palestina sebagai sebuah negara - menyoroti hubungan yang kuat antara dua wilayah tersebut.

Meskipun pemerintah Argentina belum memberikan tanggapan resmi terhadap peristiwa saat ini yang terjadi di Mesir, mereka berjanji untuk bertemu dengan para aktivis segera.

Para pengunjuk rasa mengatakan mereka akan melanjutkan perjuangan mereka sampai Presiden Cristina Fernandez memutus hubungan diplomatik dengan pemerintah Mesir.(fq/prtv)


View the original article here