Tampilkan postingan dengan label Pemakzulan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pemakzulan. Tampilkan semua postingan
DPRD Akan Cabut Pemakzulan

DPRD Akan Cabut Pemakzulan

Penulis: Idha Saraswati W Sejati | Editor: Glori K. Wadrianto Jumat, 4 Februari 2011 | 15:23 WIB

SURABAYA, KOMPAS.com — DPRD Kota Surabaya akan menggelar rapat untuk membahas pencabutan pemakzulan terhadap Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Keputusan itu dicabut karena setelah diperiksa, rekomendasi pemakzulan ternyata tidak bisa dilakukan melalui hak angket.

Hal itu disampaikan Ketua DRPD Kota Surabaya Whisnu Whardana, Jumat (4/2/2011). "Badan musyawarah DPRD akan mengadakan rapat untuk membahas itu. Arahnya ke pencabutan," ujarnya.

Menurut dia, keputusan tersebut diambil karena pemakzulan itu cacat hukum. "Saya sudah berkonsultasi dengan pakar hukum, dan itu cacat hukum karena berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, rekomendasi pemakzulan ada di hak menyatakan pendapat, bukan lewat hak angket," katanya.

Ia menambahkan, keputusan pemakzulan yang diambil dalam sidang paripurna, Senin lalu, merupakan keputusan internal DPRD yang belum dipublikasikan. Sampai saat ini DPRD juga belum mengeluarkan surat keputusan untuk memberhentikan Wali Kota Surabaya. Oleh karena itu, keputusan DPRD itu tidak bisa disebut sebagai pemakzulan.

Whisnu yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pengurus Cabang Partai Demokrat Kota Surabaya menilai, fraksi-fraksi lain di DPRD Kota Surabaya juga akan mencabut dukungan pemakzulan tersebut.

Sent Using Telkomsel Mobile Internet Service powered by

View the original article here

Ketua MK: Pemakzulan Presiden Tetap Tak Mudah

Ketua MK: Pemakzulan Presiden Tetap Tak Mudah

Jika Demokrat, PAN dan PKB tak hadir, upaya Menyatakan Pendapat akan kandas.

VIVAnews - Ketua Mahkamah Konstitusi Prof. Mahfud MD menyatakan putusan Mahkamah kemarin memang membuat jalan ke arah pemakzulan presiden menjadi lebih mudah. Toh demikian, mantan politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu menilai pelengseran tetap saja sulit dilakukan, menimbang realitas politik hari ini.

Kemarin, MK memutuskan Pasal 184 ayat 4 UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, tak sesuai dengan konstitusi. Putusan ini menyelaraskan pengaturan Hak Menyatakan Pendapat dengan konstitusi yakni hanya mensyaratkan kehadiran 2/3 anggota DPR, bukan 3/4 seperti yang tertera di UU.

"Tentu untuk mengajukan lebih mudah, karena yang dulu itu kecenderungannya menutup," kata Mahfud. "Tapi sekarang tetap sulit, karena bayangkan upaya pemakzulan perlu 2/3 suara. Kalau misal Demokrat, PAN, dan PKB tidak hadir di sidang itu, maka tidak akan terjadi," katanya di Gedung MK, Jakarta, Kamis, 13 Januari 2011.

Jumlah gabungan kursi ketiga partai itu, kata Mahfud, sudah lebih dari sepertiga. Partai Demokrat merupakan fraksi terbesar saat ini, dengan jumlah anggota 148 orang atau 26,42 persen dari 560 anggota DPR. Suara Demokrat jika ditambah anggota PAN dan PKB akan mencapai 222 orang alias lebih dari sepertiga anggota DPR atau 187 orang.

"Jadi sebaiknya tidak berspekulasi ke arah sana (pemakzulan). Itu tidak mudah, akan menimbulkan keguncangan-keguncangan politik. Itu tidak produktif untuk pembangunan ke depan," kata Mahfud.

Sebelumnya, salah satu pemohon uji materi, politisi Partai Hanura Akbar Faizal, menyatakan bahwa pemakzulan presiden kini tak lagi mustahil. Setelah MK mengoreksi ketentuan tersebut, mosi tak percaya bisa diputuskan oleh 2/3 peserta sidang paripurna yang minimal dihadiri 2/3 anggota DPR RI.

"Dengan dikabulkannya gugatan kami, maka sebuah kata yang tidak disukai pemerintah manapun, impeachment, kini menjadi sebuah keniscayaan," kata Akbar dalam konperensi pers di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis, 13 Januari 2011.

Oleh karena itu, lanjut Akbar, pemerintah saat ini harus lebih hati-hati, terukur, konsisten, dan konsekuen dalam menjalankan roda pemerintahan, termasuk dalam menuntaskan kasus bail out Bank Century yang hingga kini penyelesaian hukumnya belum menemukan titik terang.

"Kami minta pemerintah betul-betul serius menuntaskan kasus Century. Penyelenggara negara selama ini seperti sedang melakukan akrobat hukum saja," kata Akbar.

Secara terpisah, Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menyatakan partainya tidak merasa terancam dengan putusan MK tersebut. "Kalau ada yang berspekulasi itu adalah ancaman bagi pemerintah, saya kira tidak. Itu bukan ancaman," kata Anas. Ia menambahkan, mimpi seorang politisi adalah bekerja sungguh-sungguh untuk rakyat, bukan memakzulkan Presiden. (kd)

• VIVAnews Belum ada komentar untuk ditampilkan pada artikel ini.

View the original article here