Jika Kita Stress…

1296814198719073067 gambar diambil dari blog.unand.ac.id

“Waduhh…saya stress…!!”, adalah ungkapan yang sering kita dengar dari orang-orang disekitar kita, atau bahkan kita sendiri sering mengalaminya. Stress adalah sebuah respon yang tidak akan menjadi stress jika kita mampu mengadaptasinya.

Berbicara mengenai mekanisme adaptasi, adalah salah satu cara yang dilakukan untuk menyesuaikan diri dengan situasi di sekeliling, baik itu sebuah krisis atau hal-hal yang sederhana. Setiap makhluk hidup pasti memiliki naluri untuk melakukan adaptasi. Baik itu secara fisik maupun psikologis. Disini akan lebih banyak di bahas tentang adaptasi psikologis atau biasa di sebut dengan mekanisme koping (pemecahan masalah).

Respon individu dalam menghadapi stimulus dari sekeliling dapat di bagi menjadi dua yaitu respon yang adaptif dan maladaptif. Adaptif jika individu tersebut mampu menghandle dirinya sendiri dalam menghadapi situasi krisis yang ada. Maladaptif jika respon tersebut malah menyebabkan penyimpangan sikap atau jalan fikiran yang tidak lazim, misalnya rasa dendam, rendah diri, depresi, atau bahkan menimbulkan halusinasi karena komunikasi yang terlalu lama dengan diri sendiri (intrapersonal) tanpa adanya sentuhan dari pihak lain.

Individu di ciptakan beragam, pernahkah anda menjumpai satu saja makhluk hidup yang sama didunia ini?. Individu yang terlahir kembar pun pasti memiliki perbedaan genetika. Oleh karena itu sangat mungkin bila pola pikir dan reaksi-reaksi yang terjadi di dalam tubuhpun berbeda. Hal inilah yang menyebabkan individu memiliki respon yang beragam pula terhadap rangsangan situasi yang terjadi di sekelilingnya. Misalnya,jika si A akan menangis ketika orang tuanya meninggal, bisa saja si B menunjukkan sikap lebih tegar dengan menahan tangis dan berusaha meyakini bahwa segala kehidupan hanyalah milik Allah, atau malah si C yang langsung pingsan. Kasus lain, jika sebuah tanggung jawab yang sama di berikan pada D dan E, maka mungkin saja si D akan langsung menyanggupi dan mempunyai keyakinan bahwa dirinya bisa melakukan tanggung jawab itu dengan baik, berbeda dengan si E yang mungkin ragu apakah dia akan bisa melaksanankan tanggung jawab tersebut.

Jika di kaji lebih dalam lagi, mekanisme koping ini bersumber dari alam fikiran manusia. Disadari atau tidak, pola berfikir kita akan menentukan jalan fikiran selanjutnya hingga sikap yang kita ambil. Ketika pertama kali stimulus itu datang otak akan mengolahnya menjadi pesan-pesan rumit dalam sel-sel saraf, kemudian setelah pesan tersebut selesai di olah maka akan terjadi sebuah respon. Nah, respon inilah yang akan muncul menjadi adaptif atau maladaptif.

Belajar, adalah proses alami yang dialami manusia dari sejak buaian ibu hingga ke liang lahat. Tentunya belajar yang di maksud disini bukan hanya ketika kita berada di sebuah lembaga pendidikan. Dari mulai belajar meminum ASI untuk pertama kalinya hingga konflik-konflik yang pelik, bahkan hal-hal kecil yang seringkali tidak kita sadari. Tidak serta merta ketika seseorang lahir kedunia sudah bisa segalanya. Kita perlu belajar, akan ada banyak hal yang kita tidak bisa menerimanya begitu saja, seringkali memerlukan adaptasi. Maka lambat laun akan terjadi sebuah fase ketika kita telah bisa menyesuaikan diri.

Para ahli menggolongkan dua mekanisme koping yang biasanya digunakan oleh individu, yaitu: problem-solving focused coping, dimana individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stres; dan emotion-focused coping, dimana individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan diitmbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan.  Hasil penelitian membuktikan bahwa individu menggunakan kedua cara tersebut untuk mengatasi berbagai masalah yang menekan dalam berbagai ruang lingkup kehidupan sehari-hari (Lazarus & Folkman, 1984).

Sedangkan metode yang di gunakan oleh individu seperti yang dikemukakan oleh Bell (1977), terdapat dua metode antara lain:

1 Metode koping jangka panjang, cara ini adalah konstruktif dan merupakan cara yang efektif dan realistis dalam menangani masalah psikologis dalam kurun waktu yang lama, contonhya: berbicara dengan orang lain, mencoba mencari informasi yang lebih banyak tentang masalah yang sedang dihadapi, menghubungkan situasi atau masalah yang sedang dihadapi dengan kekuatan spiritual, melakukan latihan fisik untuk mengurangi ketegangan, membuat berbagai alternative tindakan untuk mengurangi situasi, mengambil pelajaran atau pengalaman masa lalu.

2 Metode koping jangka pendek, cara ini digunakan untuk mengurangi stress dan cukup efektif untuk waktu sementara, tetapi tidak efektf untuk digunakan dalam jangka panjang. Contohnya: menggunakan alkohol atau obat, melamun dan fantasi, mencoba melihat aspek humor dari situasi yang tidak menyenangkan, tidak ragu dan merasa yakin bahwa semua akan kembali stabil, banyak tidur, banyak merokok, menangis, beralih pada aktifitas lain agar dapat melupakan masalah.

Satu teori lagi dari Kubler Ross yang mewakili suatu proses keadaan berduka seseorang yaitu denial, angry, bargaining, depression dan acceptance. Denial adalah ketika individu merasa belum dapat menerima keadaan sehingga dia menolaknya, angry adalah kemarahan yang di tunjukkan oleh individu karena duka yang dialami, bargaining adalah proses tawar menawar, pada tahap ini biasanya seorang individu melakukan komunikasi dengan tuhannya, misal “Ya Allah…kenapa ini terjadi padaku?”, kemudian tahap depresi mewakilli keadaan yang dirasa sangan menekan individu, sedangkan acceptance adalah suatu tahap dimana individu mulai dapat menerima keadaannya.

Situasi krisis yang terjadi pada individu amat beragam. Jika sesuatu hal di rasa amat pelik, maka perkuatlah diri dengan keyakinan bahwa pasti kita bisa melaluinya. Tentu saja melalui tahapan-tahapan yang mungkin tidak mudah. Kita perlu beradaptasi terlebih dahulu, kita perlu belajar sedikit demi sedikit untuk mengerti situasi di sekeliling kita hingga di temukan cara yang paling cocok untuk di pakai pada situasi tersebut. Dan yang terpenting adalah keyakinan bahwa Allah tidak akan memberika ujian di luar kemampuan yang dimiliki hambaNya. Seperti dalam uraian di atas, proses yang terjadi tidak seperti sulap yang langsung melalui tahap acceptance. Kemampuan beradaptasi kita akan mempengaruhi kecepatan mencapai tahap acceptance ataukah kita harus berlama-lama pada salah satu tahap, misalnya depresi. Maka bisa jadi akan menimbulkan respon maladaptif.

Sekali lagi semuanya bersumber pada kemauan dan keyakinan pada diri sendiri bahwa segala sesuatu dapat diselesaikan dengan baik jika kita mau berfikir positif dan berprasangka baik terhadap hal-hal yang mungkin terjadi serta berusaha untuk menyelesaikan masalah seefektif mungkin. Serta yang tidak boleh ketinggalan adalah doa sebagai jembatan komunikasi kita kepada Sang Pencipta. Semoga kita menjadi manusia-manusia yang dapat mengadaptasi situasi di sekeliling sehingga sikap maladaptif bisa dihindari. Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat. ^_^


View the original article here

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »